Senin, 27 Juni 2011

Teori Peirce

Pandangan Peirce tentang Semiotika (Teori Peirce)
Menurut pandangan Peirce, semiotika adalah proses simbolisasi atau representasi (semiosis).  Proses, Yaitu dinamika yang terpadu di dalamnya tiga unsur dinamis. Yakni tidak tetap, tidak final, dan tidak pasti. Dalam teorinya tentang tanda, peirce mendefinisikannya sebagai representasi terhadap sesuatu bahwa ia mampu menyampaikan sebagian sisi atau dayanya kepada orang lain.
Dalam semiotika Pierce, sebuah tanda bukanlah merupakan suatu entitas atau keberadaan tersendiri, melainkan terkait dengan objek dan penafsirnya. Jadi dalam sebuah tanda dapat kita bentuk sebuah segitiga. Yang pertama adalah tanda itu sendiri, yang kedua objek yang menjadi acuan bagi tanda, dan yang ketiga penafsir yang menjadi pengantar antara objek dengan tanda.
Menurut Pierce, tanda dapat dibagi menjadi tiga yaitu qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata yang keras, lembut, dan lain-lain. Sinsign  adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Contoh kata “hangus” pada kalimat “kayu yang hangus” memberikan tanda bahwa kayu tersebut baru terbakar. Legisign adalah norma yang terkandung dalam tanda, misalya tulisan “dilarang menginjak rumput” merupakan suatu norma yang bersifat larangan.
Sementara itu, objek dapat dibagi menjadi ikon, indeks, dan simbol. Ikon, merupakan tanda yang didasarkan pada keserupaan atau kemiripan di antara representamen dan objeknya, entah objek itu betul-betul eksis atau tidak. Akan tetapi, sesungguhnya ikon tidak semata-mata mencakup citra-citra “realistis” seperti pada foto atau lukisan, melainkan juga pada grafis, skema, peta geografis, persamaan-persamaan matematis, bahkan metafora. Kedua, indeks, merupakan tanda yang memiliki kaitan fisik, eksistensial, atau kausal di antara representamen dan objeknya sehingga seolah-olah akan kehilangan karakter yang mejadikannya tanda jika objeknya dihilangkan atau dipindahkan. Indeks bisa berupa hal-hal semacam zat atau benda material, asap (asap adalah indeks dari adanya api), gejala alam (jalan becek adalah indeks dari adanya api). Indeks pun terwujud dan teraktualisasi di dalam kata penunjuk (demonstratif) seperti ini, itu, di sini, di situ, dan seterusnya; gerak-gerik (gesture) seperti jari telunjuk yang menuding; serta berbagai tanda visual lain. Dalam lukisan garis-garis juga menjadi bagian dari indeks. Ketiga adalah simbol. Seimbol merupakan tanda yang representamennya menunjuk kepada objek tertentu tanpa motivasi (unmotivated); simbol terbentuk melalui kovensi-konvensi atau kaidah-kaidah tanpa adanya kaitannya langsung diantara representamen dan objeknya, yang oleh ferdinand de saussure dikatakan sebagai sifaf tanda yang arbitrer.
            Jika dilihat dari sisi interpretant maka dapat dibagi menjadi rheme, dicent sign, dan argument. Pertama, Rheme adalah suatu tanda kemungkinan kualitatif, yakni tapa apapun yang tidak betul dan berdiri sendiri adalah rheme, bahkan nyaris semua kata tunggal dari kelas kata apapun, entah kata kerja, kata sifat, dsb adalah rema pula, kecuali tanda ya dan tidak atau benar dan salah. Kedua, tanda disen atau dicent sign adalah tanda eksistensi aktual, suatu anda yang biasanya berupa sebuah proposisi. Sebagai proposisi, disen adalah tanda yang bersifat inforatif. Akan tetapi, berbeda dengan rema, sebuah disen adalah betul atau salah, namun tidak secara langsung memberi alasan mengapa begitu. Ketiga, adalah tanda “hukum” atau kaidah yakni argumen, suatu tanda nalar, yang disadari oleh leading principle yang menyatakan bahwa peralihan dari premis-premis tertentu kepada kesimpulan tertentu adalah cenderung benar. Apabila tanda disen Cuma menegakkan eksistensi sebuah objek, maka argumen mampu membuktikan kebenarannya.
Berdasarkan kategori-kategori tersebut maka Peirce membagi tanda menjadi 10 yaitu qualisign, iconic sinsign, rhematic indexical sinsign, dicent sinsign, iconic legisign, rhematic indexical legisign, dicent indexical legisign, rhematic symbolic, dicent symbol, dan argument.
·         Qualisign adalah tanda yang berkaitan dengan kualitas, contohnya kata lembut, dalam kalimat “hatinya lembut”. Frase tersebut menandakan seseorang yang sangat baik atau sangat sabar.
·         Iconic sinsign adalah tanda yang memperlihatkan kemiripan dengan objeknya, misalnya foto, diagram, peta, dan lain-lain.
·         Iconic legisign adalah tanda yang menginformasikan norma atau hokum, contoh tulisan “hati-hati banyak anak kecil” menunjukan bahwa di jalan tersebut pengguna tidak boleh mengebut.
·         Rhematical indexical legisign adalah tanda berdasarkan pengamalan langsung , di mana tanda tersebut muncul karena disebabkan sesuatu. Contoh cairan yang mengandung racun akan diberikan tanda tengkorak pada labelnya.
·         Dicent indexical legisign merupakan tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya tulisan “ruang kajur” di suatu pintu menunjukan penghuni ruang tersebut adalah seorang ketua jurusan.
·         Rhematic indexical legisign adalah tanda yang mengacu kepada objek tertentu. Misalnya kata ganti petunjuk.
·         Dicent indexical legisign merupakan tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subyek informasi.Contohnya ketika terdapat rombongan mobil mewah dengan plat merah yang ikawal oleh polisi menunjukan tanda bahwa ada pejabat yang sedang melintasi jalan tersebut.
·         Rhematic symbol adalah tanda yang dihubungkan dengan objek melalui asosiasi ide umum. Contohnya ketika melihat gambar burung elang, mak kita cenderung menyebut itu gambar tersebut elang.
·         Dicent symbol adalah tanda yang terhubung dengn objek melalui asosiasi di dalam otak. Misalnya kata “Diam!” meski hanya satu kata, namun jika diucapkan ketika kondisi ribut maka orang-orang akan serta-merta menghentikan pembicaraan.
·         Argument merupakan tanda yang diberikan seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Misalnya seseorang berkata tidak sehat pada sejumlah makanan seperti hamburger, pizza, dan lain-lain.
Peirce mengembangkan seluruh klasifikasinya ini berdasarkan tiga katagori universal berikut,
1.    Kepertamaan (firstness) adalah mode berada sebagaimana adanya, positif dan tidak mengacu pada sesuatu yang lain. Ia adalah katagori dari perasaan yang tak terefleksikan, semata-mata potensial, bebas dan langsung; kualitas tak ter-bedakan dan tak tergantung.
2.    Kekeduaan (secondness) merupakan metode yang mencakup relasi yang pertama dan kedua. Ia merupakan katagori perbandingan, faktisitas, tindakan, realitas, dan pengalaman dalam ruang dan waktu.
3.    Keketigaan (thirdness) mengantar yang kedua ke dalam hubungannya dengan yang ketiga. Ia adalah katagori mediasi, kebiasaan, ingatan, kontinuitas, sintesis, komunikasi (semiosis) representasi, dan tanda-tanda.